Minggu, 19 Januari 2014

TENTANG NATAL 2013

Makna Natal Yang Bergeser (sebuah refleksi)
“Terang yang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang, sedang datang ke dalam dunia. Ia telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan oleh-Nya, tetapi dunia tidak mengenal-Nya.” (Yohanes 1:9-10)
Ketika Yesus dilahirkan di Betlehem lebih dari 2000 tahun yang lalu, peristiwa itu hanya disaksikan oleh orang-orang awam saja. Kedatangan Raja di atas segala raja, Sang Raja Damai yang sudah dinubuatkan beribu-ribu tahun sebelumnya, bahkan difirmankan oleh TUHAN sendiri (Kejadian 3:15), tidak digenapi dengan penuh kemegahan di hadapan penguasa-penguasa dunia, orang-orang terkenal, atau para bangsawan lainnya.
Melainkan sebaliknya, Ia lahir di dalam sebuah kandang hewan peliharaan, dibungkus dengan sehelai lampin dan dibaringkan di dalam sebuah palungan kayu yang tidak beharga, karena pada saat itu tidak tersedia satu pun kamar yang kosong di rumah-rumah penginapan bagi ibu-Nya, Maria, serta Yusuf, suaminya. (Lukas 2:7)
Kisah kelahiran-Nya yang tampak tidak berarti dan sangat sederhana itu ternyata bisa bertahan mengarungi waktu, selalu relevan bagi kehidupan umat manusia sepanjang masa. Setiap tahun setiap generasi di seluruh dunia, secara langsung atau tidak, mendengar, mengenang dan memperingati kejadian bersejarah tersebut, yang terbukti sampai sekarang masih tetap berkuasa untuk mengubah sikap hidup mereka.
Selain mengirim ketiga orang majus dari Timur (Matius 2:1-12), Tuhan hanya memakai orang-orang biasa saja sebagai saksi-saksi kelahiran Anak-Nya yang tunggal itu. Alkitab mengatakan, bahwa gembala-gembala yang sedang menjaga kawanan ternak mereka di padang dipilih oleh-Nya untuk menjadi saksi-saksi pertama kelahiran Kristus. Bukan para ahli Taurat, orang-orang Farisi atau orang-orang terpelajar lainnya!
Malam itu mereka melihat dan mendengar pujian yang dinyanyikan oleh sejumlah besar bala tentara sorga: “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya.” (Lukas 2:14)
Padahal pada abad yang pertama, status para penggembala domba di Israel tergolong amat rendah. Kesaksian-kesaksian mereka tidak bisa diterima oleh orang-orang Yahudi di sistim pengadilan mereka. Kendatipun demikian, Tuhan memilih dan menjadikan mereka saksi-saksi yang sah untuk memberitakan kedatangan Tuhan Yesus di dunia. Injil Lukas mencatatnya seperti ini: “Dan semua orang yang mendengarnya heran tentang apa yang dikatakan gembala-gembala itu kepada mereka.” (Lukas 2:18)
Sampai saat ini Tuhan masih tetap memilih orang-orang biasa sebagai saksi-saksi-Nya untuk memperingati dan memberitakan kabar gembira mengenai kelahiran seorang Juruselamat yang terjadi 2000 tahun yang lalu. Ia terus menggunakan orang-orang awam seperti kita untuk menyampaikannya kepada orang-orang yang sangat memerlukannya.
Tuhan mau dan bisa memakai kita! Oleh karena itu kita tidak perlu mempertanyakan tujuan-Nya memanggil dengan meragukan kelayakan diri kita sendiri: “Apakah Tuhan bisa memakai seorang yang tidak berarti seperti aku, yang tidak memiliki kepandaian apa-apa? Apakah aku mampu melakukannya?”
Jika Allah Bapa di sorga mau menggunakan para gembala di padang sebagai saksi-saksi yang mutlak atas kelahiran Anak-Nya yang tunggal, Tuhan Yesus Kristus, tentu Ia juga berkenan memakai kita. Yang dituntut oleh-Nya hanya sikap hati yang taat, yang mau memberitakan peristiwa tersebut kepada orang-orang lain seperti apa adanya, seperti yang tertulis di dalam firman Tuhan. Tanpa menambahkan ‘embel-embel’ lain yang sudah dilazimkan oleh umum, dan yang sekarang ternyata berhasil menyelewengkan kebenaran makna hari bersejarah itu.
Yesus-lah inti perayaan hari Natal yang diadakan setiap tahun di seluruh dunia. Dia-lah penyebab hari tersebut dirayakan sebagai suatu peringatan akan kedatangan Allah yang telah bersedia merendahkan diri-Nya sendiri, … menjelma menjadi manusia, agar kita, anak-anak manusia, bisa disebut sebagai anak-anak Allah. (Galatia 3:26)
Yesus lahir dalam kesederhanaan. Dia adalah Raja, jadi sebenarnya Dia dapat memilih tempat dimana Dia akan dilahirkan. Dia bisa saja memilih istana yang megah dan penuh keindahan, tetapi sebaliknya Dia memilih kandang dengan bau yang mungkin saja menyengat.Dia bisa saja memilih untuk diletakkan di pembaringan yang empuk, tapi Dia justru memilih palungan. Dia bisa saja memilih sutra termahal untuk menyelimuti-Nya -- ingat, Dia Raja dan Tuhan -- tetapi Dia membiarkan kain lampin yang kasar dan sederhana membungkus-Nya. Saat Dia lahir, bisa saja Dia mengundang pembesar dan golongan bangsawan untuk datang melihat-Nya, tetapi Dia justru memilih para gembala sebagai tamu kehormatan.

Kelahiran Kristus itu sederhana, bahkan sangat sederhana. Namun anehnya Natal sekarang ini sudah identik dengan kemewahan. Kalau tidak mewah, bukan Natal namanya. Jika anggaran dana Natal tidak membengkak sampai berpuluh-puluh juta, Natal yang kita peringati serasa kurang afdol. Dengan dalih rohani, kita selalu berkata bahwa kita sedang menyambut kelahiran Raja di atas segala raja, sehingga segala pemborosan yang kita berikan tidak berarti sama sekali. Memang tidak pantas jika kita membuat perhitungan finansial terhadap Tuhan. Namun, apakah benar semua kemewahan itu untuk Tuhan, ataukah sebaliknya untuk memuaskan keinginan kita sendiri? Bukankah sejujurnya kita sungkan dengan tamu undangan yang datang dalam acara Natal kita itu, sehingga mau tidak mau kita akan menyiapkan acara itu semewah mungkin? Padahal bisa saja kita merayakan Natal dalam kesederhanaan tanpa mengurangi esensi Natal itu sendiri.
Seandainya waktu bisa diputar ulang, saya ingin kembali ke Natal yang pertama untuk menyaksikan dan merasakan sendiri bagaimana suasana di Betlehem. Sementara semua penduduk desa kecil itu sudah tertidur pulas, di suatu tempat, tepatnya di sebuah kandang sederhana, terlihat Yusuf dengan Maria yang sedang menggendong Sang Mesias. Serombongan gembala datang dengan ekspresi yang belum pernah terlihat sebelumnya. Suasana di sana begitu hangat, tenang, teduh dan dipenuhi kedamaian yang tak terkatakan. Natal pertama memang diwarnai dengan kedamaian.

Dua puluh abad kemudian, Natal masih diperingati. Kisahnya masih terus diceritakan. Bahkan cerita Natal itu tampaknya tidak pernah usang. Hanya sayang, kedamaian yang menyelimuti Natal pertama berangsur-angsur hilang. Kini kita memperingati Natal, tapi tak pernah merasa damai. Sebaliknya, Natal tidak lebih dari kegiatan tahunan yang membuat kita letih. Bahkan kadang kala kita memperingati dengan kegelisahan dan kegalauan dalam hati. Kehadiran Sang Mesias tidak cukup memberi rasa tenang dan rasa aman. Berita kelahiran Juruselamat tidak sanggup menghembuskan rasa damai di hati kita. Tak heran jika Natal tidak begitu berkesan dalam hidup kita. Sama sekali tidak membekas. Bahkan berlalu begitu saja.
Jika kita mau merenungkan lebih jauh, bukankah benar bahwa makna Natal dalam pengertian yang sebenarnya telah bergeser begitu jauh? Makna Natal yang sebenarnya diganti dengan hal-hal lahiriah. Digantikan dengan pesta pora, hura-hura, dan kemewahan yang sia-sia. Dilewatkan begitu saja, bahkan sebelum kita bisa mengambil waktu sejenak untuk berefleksi. Alangkah indahnya jika kita bisa kembali ke Natal yang pertama. Merasakan Kristus dalam kesunyian, membuat jiwa kita lebih peka terhadap suara-Nya. Merasakan Kristus dalam kesederhanaan, menggugah empati kita terhadap sesama yang hidup dalam kekurangan, yang dilanda bencana atau yang sedang dirundung kesedihan. Merasakan Kristus dalam embusan damai, mengusir jiwa yang gelisah dan galau.
Setiap orang mempunyai arena-arena sendiri yang bisa dipakai sebagai alat untuk membagikan kebenaran firman Tuhan mengenai peristiwa itu. Baik secara perseorangan, lokal, nasional, maupun internasional. Semua itu mempunyai harga yang sama, karena bukan besarnya jumlah pendengar/pembaca/pemirsa yang berkenan di hati-Nya, melainkan motif-motif pelayanan mereka yang bersedia melakukannya.
Marilah kita, melalui setiap media yang sudah disediakan oleh Tuhan untuk kita, bersama-sama memproklamirkan tanpa kompromi kisah kelahiran Sang Penebus. Menggunakan setiap kesempatan yang tersedia melalui arena masing-masing, marilah kita menjadi saksi-saksi-Nya yang mau membagikan kebenaran makna kisah Natal seperti apa adanya, … seperti yang sudah dilakukan oleh para penggembala domba di Betlehem pada saat kelahiran Tuhan kita, Yesus Kristus!
Agar … dunia mengerti kebenaran ayat ini: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yohanes 3:16) (m’met)


Sobat semua, tak lama lagi, perayaan Natal atau hari kelahiran Kristus sang Juru Selamat yang termanifestasi dalam tubuh Yesus Putra Allah yang Maha Tinggi akan kita rayakan. Lalu, seperti apa makna Natal bagi pribadi kita, kelompok kita, atau gereja kita secara khusus?

Untuk menentukan makna Natal yang sebenarnya, mari kita baca sebuah ilustrasi berikut. Kalau kita sering menonton film disney, pastinya tidak asing lagi bahwa hampir semua film animasi disney membawakan figur binatang sebagai pemeran dalan setiap kisahnya semisal donal bebek, winnie the pooh dan sebagainya. Seperti halnya kita manusia, bintang-binatang dalam tokoh disney juga merayakan natal dan selalu mempersiapkan dirinya untuk menyambut natal. Di sini, binatang atau hewan yang akan kita bicarakan adalah tentang tikus, babi, burung gereja, merak dan semut.

Si tikus adalah binatang pengerat alias pemakan segalanya. Jadi, baginya, ketika merayakan natal, adalah saat dimana kita bisa makan dengan sepuas-puasnya karena tentu saja banyak undangan kesana kemari dengan label gratis. Banyak rumah yang terbuka dan menyediakan makanan yang tentunya enak. Itulah makna natal bagi si tikus, makan sepuas-puasnya.


Lalu, hewan yang kedua adalah babi. Babi adalah binatang yang biasa dipelihara di dalam kandang (khususnya di Indonesia dan beberapa negara lainnya, soalnya ada yang hanya membiarkannya dan hanya mengikatnya seperti sapi atau kerbau). Nah, dalam setiap harinya, ada dua kali waktu ketika si babi akan mengeluarkan suara senyaring-nyaringnya sambil membenturkan badannya ke kandangnya, waktu di mana mereka akan diberi makan. Nah, bagi si babi, merayakan Natal baginya adalah merayakannya sambil berteriak-teriak dan membuat suara gemuruh sambil loncat ke sana ke mari dan menghasilkan suara yang bising. Itulah makna natal bagi si babi, membuat suara gaduh hingga terdengar seantero dunia sekitarnya.

Lain halnya dengan burung gereja. Burung gereja biasa mengeluarkan suaranya yang merdu dengan mencicit-cicit di sekitar atap rumah. Nah, untuk merayakan natal, maka si burung gereja akan terbang ke sana ke mari sambil mengeluarkankan suaranya yang merdu. Suara-suara mereka dipadukan dengan berbagai jenis suara dari burung lainnya hingga menghasilkan sebuah lagu yang merdu dan enak di dengar, sebuah harmonisasi paduan suara yang sangat indah. Maka itulah makna natal bagi si burung gereja, bernyanyi dengan merdu dan seindah-indahnya, bersaing dengan burung gereja lain dengan suara mereka yang merdu.

Lain burung gereja, lain pula burung merak. Burung merak terkenal akan keindahan bulunya. Maka tak heran jika pada saat merayakan natal, semua burung merak akan berlomba-lomba untuk membentangkan bulunya dan memperlihatkan kepada dunia, betapa indah dan cantiknya mereka karena dibalut dengan bulu-bulu yang indah. Itulah makna natal bagi si burung merak. Tampil dengan bulu yang seindah-indahnya dan tampak cantik daripada semua orang lain.


 Lalu, hewan yang terakhir adalah si semut. Seperti yang diketahui bahwa masa Natal tiba pada saat datangnya musim salju (dingin), masa di mana si semut akan kesulitan untuk mendapatkan bahan makanan. Maka jauh hari sebelumnya, si semut, mulai dari semut pekerja hingga ratunya, bahu membahu mengumpulkan makanan. Siang atau malam hari, mereka terus bekerja agar semua warga semut nantinya tidak mengalami kelaparan dan kedinginan. Maka, pada perayaan natal nantinya, si semut semuanya akan berbahagia karena mereka tidak akan kekurangan makanan selama musim dingin. Di saat natal inilah, si semut saling berbagi satu dengan yang lain, baik si ratu maupun pekerja, semua mendapatkan makan yang cukup dan bergembira di hari Natal.

Dan pertanyaan pun dilemparkan kepada kita semua, Seperti apakah kita akan memaknai Natal kita? Apakah seperti si Tikus yang memaknai Natal dengan makan sepuas-puasnya? Banyak orang yang merayakan natal dengan cara menghidangkan makanan dengan berlimpah dan enak untuk menjamu tamu-tamunya. Dan bagi para tamu, saat seperti inilah adalah moment untuk makan dengan sepuas-puasnya, dengan sekenyang-kenyangnya, mulai dari kari ayam, soup, ayam sau kecap, dll. Apakah seperti itu makna natal bagi kita? Bukankah masih banyak orang yang kelaparan disekitar kita?

Ataukah makna Natal seperti Babi yang membuat suara bising senyaring-nyaringnya? Banyak orang yang memaknai Natal dengan berkumpul bersama untuk membuat keramaian dengan suara gaduh sambil minum dan berpesta pora sehabis-habisnya. Sadarkah kita bahwa mungkin disekitar kita ada yang sedang sakit, yang sakitnya bisa bertambah parah jika mendengarkan suara bising? ataukah tidak kita sadari bahwa disekitar kita ada orang yang sedang berduka?

Ataukah seperti burung gereja yang harus bernyanyi dengan semerdu-merdunya? Banyak orang juga yang memaknai Natal dengan menampilkan paduan suara yang merdu. Pokoknya lagu atau suara mereka harus lebih merdu dari gereja tetangganya. Natal mereka bermakna jika mereka bernyanyi lebih merdu dari gereja tetangga.

Ataukah juga seperti si burung merak yang tampil dengan baju-baju yang baru dan indah? Kan ada banyak orang juga yang merasakan Natal itu bermakna kalau sudah memakai baju baru. Biasanya orang akan berkata, mana baju Natalmu yang baru? atau dengan bangga menunjukkannya kepada dunia bahwa mereka sedang memakai baju Natal yang baru. Sadarkah kita bahwa disekitar kita banyak orang yang masih bertelanjang dada bahkan dimalam dingin yang menusuk kulit, hanya karena tidak mampu membeli sehelai kain untuk menutupi tubuh renta mereka? ingatkah kita akan korban bencana seperti di Filipina? adalah kita mengirimkan selembar kain lusuh kita kepada mereka?

Dan ataukah makna natal anda hanya seperti si semut. Yang memaknai natal mereka dengan saling melengkapi dalam kebahagiaan, yang menikmati masa lelah mereka dengan masa bahagia dalam kebersamaan di hari Natal?

Saya rasa anda sudah tahu, makna Natal seperti apa yang ingin anda rasakan. Selamat Natal buat kita semua, by urwan




Tidak ada komentar:

Posting Komentar